Kamis, 07 Mei 2015

LANGKAH-LANGKAH OPERASIONAL DIAGNOSTIK DAN REMIDIAL KESULITAN BELAJAR

Menurut Ross dan Stanley (dalam Hiryanto, tanpa tahun, hlm. 7), ada beberapa langkah dalam melaksanakan diagnostic kesulitan belajar:
a.    Who are the pupils having trouble? (siapa-siapa siswa yang mengalami gangguan)
b.    Where are the errors located (dimana kelemahan itu dapat dilokalisasikan)
c.    Why are the errors occur? (Mengapa kelemahan itu terjadi?)
d.    What remedies are suggested? (penyembuhan apakah yang disarankan)
e.    How can errors be prevented? (Bgmn kelemahan itu dapat dicegah?)
Prayitno (dalam Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 120) mengatakan bahwa secara skematik, langkah – langkah diagnostic dan remedial kesulitan belajar untuk kegiatan bimbingan belajar adalah sebagai berikut.








Gambar 1. Skema langkah-langkah diagnostic dan remedial kesulitan belajar
 
 



Berikut ini, penjelasan skema di atas tentang langkah-langkah diagnostik dan remedial kesulitan belajar, sebagai berikut :
1.    Identifikasi Kasus
Langkah ini dilakukan dengan menentukan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan belajar. Teknik yang ditempuh dapat bermacam-macam, antara lain:
a.       Meneliti nilai hasil ujian semester yang tercantum dalam laporan hasil belajar (buku leger), dan kemudian membandingkan dengan nilai rata-rata kelompok atau dengan kriteria yang telah ditentukan.
b.      Mengobservasi kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar, siswa yang berperilaku menyimpang dalam proses belajar mengajar diperkirakan akan mengalami kesulitan belajar.

2.    Identifikasi Masalah
Setelah menentukan dan memprioritaskan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan belajar, maka langkah berikutnya adalah melokalisasikan pada bidang studi apa dan pada aspek mana siswa tersebut mengalami kesulitan. Hasil belajar anak pada beberapa bidang studi tentu saja ada bedanya, guru bedang studi lebih mengetahui tentang masalah tersebut. Pada tahap ini, kerjasama antara petugas bimbingan dan konseling, wali kelas, guru bidang studi akan sangat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajarnya.
Cara dan alat yang dapat digunakan, antara lain:
a.       Tes diagnostik yang dibuat oleh guru bidang studi masing-masing, seperti untuk bidang studi Matematika, IPA, IPS, Bahasa dan yang lainnya. Dengan tes diagnostik ini dapat diketemukan karakteristik dan sifat kesulitan belajar yang dialami siswa.
b.      Bila tes diagnostik belum tersedia, guru bisa menggunakan hasil ujian siswa sebagai bahan untuk dianalisis. Apabila tes yang digunakan dalam ujian tersebut memiliki taraf validitas yang tinggi, tentu akan mengandung unsur diagnosis yang tinggi. Sehingga dengan tes prestasi hasil belajar pun, seandainya valid dalam batas-batas tertentu akan dapat mengdiagnosis kesulitan belajar siswa.
c.       Memeriksa buku catatan atau pekerjaan siswa. Hasil analisis dalam aspek ini pun akan membantu dalam mendiagnosis kesulitan belajar siswa
Untuk melengkapi data di atas, dapat dilakukan kerjasama antara pihak yang erat kaitannya dengan lembaga sekolah dan orang tua. Caranya  antara lain:
a.       Wawancara khusus oleh ahli yang berwewenang dalam bidang ini
b.      Mengadakan observasi yang intensif, baik di dalam lingkungan rumah maupun di luar rumah
c.       Wawancara dengan wali kelas, orang tua atau dengan teman-teman di sekolah.

3.    Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Faktor penyebab kesulitan belajar dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a.       Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dalam diri siswa itu sendiri. Hal ini antara lain, disebabkan oleh:
         Kelemahan fisik, pancaindera, syaraf, cacat karena sakit, dan sebagainya
         Kelemahan mental: faktor kecerdasan, seperti inteligensi dan bakat yang dapat diketahui dengan tes psikologis
         Gangguan-gangguan yang bersifat emosional
         Sikap kebiasaan yang salah dalam mempelajari materi pelajaran
         Belum memiliki pengetahuan dan kecakapan dasar yang dibutuhkan untuk memahami materi pelajaran lebih lanjut.

b.      Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa sebagai penyebab kesulitan belajar. Yang termasuk dalam factor eksternal antara lain:
         Situasi atau proses belajar mengajar yang tidak merangsang siswa untuk aktif antisipatif (kurang memungkinkan siswa untuk belajar secara aktif “student active learning”)
         Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
         Beban studi yang terlampau berat
         Metode mengajar yang kurang menarik
         Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar
         Situasi rumah yang kurang kondusif untuk belajar.
Untuk memperoleh berbagai informasi di atas, dapat menggunakan berbagai cara dan bekerjasama dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan kegiatan ini. Misalnya, untuk mendapatkan informasi tentang keadaan fisik siswa, perlu bekerjasama dengan dokter atau klinik sekolah, untuk memperoleh data tentang kemampuan potensial siswa dapat bekerjasama dengan petugas bimbingan dan konseling (konselor) atau dengan psikolog, untuk mengetahui sikap dan kebiasaan belajar siswa dapat mengamatinya secara langsung di kelas, menggunakan skala sikap dan kebiasaan belajar, wawancara dengan wali kelas, dengan orang tua, dengan siswa itu sendiri, atau dengan teman-temannya, dan masih banyak cara yang dapat ditempuh.
4.    Prognosis (Perkiraan Kemungkinan Bantuan)
Setelah mengetahui letak kesulitan belajar yang dialami siswa, jenis dan sifat kesulitan dengan faktor-faktor penyebabnya, maka akan dapat memperkirakan kemungkinan bantuan atau tindakan yang tepat untuk membantu kesulitan belajar siswa. Pada langkah ini, hal yang dapat disimpulkan adalah:
a.       Apakah siswa masih dapat ditolong untuk dapat mengatasi kesulitan belajarnya atau tidak?
b.      Berapa waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami siswa tersebut?
c.       Kapan dan di mana pertolongan itu dapat diberikan?
d.      Siapa yang dapat memberikan pertolongan?
e.       Bagaimana caranya agar siswa dapat ditolong secara efektif?
f.        Siapa sajakah yang perlu dilibatkan atau disertakan dalam membantu siswa tersebut, dan apakah peranan atau sumbangan yang dapat diberikan masing – masing pihak dalam menolong siswa tersebut?

5.    Referral
Langkah ini dilakukan dengan menyusun suatu rencana atau alternatif bantuan yang akan dilaksanakan. Rencana ini hendaknya mencakup:
a.       Cara-cara yang harus ditempuh untuk menyembuhkan kesulitan belajar yang dialami siswa yang bersangkutan
b.      Menjaga agar kesulitan yang serupa jangan sampai terulang lagi.
Dalam membuat rencana kegiatan untuk pelaksanaan sebagai alternatif bantuan, sebaiknya didiskusikan dan dikomunikasikan dengan pihak-pihak yang dipandang berkepentingan, yang diperkirakan kelak terlibat dalam proses pemberian bantuan (Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 20-24).
Salah satu solusi untuk perbaikan siswa yang mengalami kesulitan belajar yaitu dengan dilakukannya pembelajaran remedial. Menurut Rusmana (2010, hlm. 4), pembelajaran remedial adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk memperbaiki mutu siswa dan guru setelah melalui suatu proses diagnostic. Hiryanto (tanpa tahun, hlm. 14) berpendapat bahwa pembelajaran remedial yaitu Suatu proses pelaksanaan program belajar mengajar khusus bersifat individual diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar, bersifat mengoreksi (menyembuhkan) siswa yang mengalami gangguan belajar.
Sugiyanto (tanpa tahun, hlm. 26-27) menyebutkan beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam melaksanakan remedial. Langkah – langkat tersebut adalah:
a.       Langkah pertama: Penelaahan Kasus Kembali
Guru menelaah kembali secara lebih dalam tentang siswa yang akan diberi bantuan. Dari diagnosis kesulitan belajar yang sudah diperoleh lebih dahulu guru perlu menelaah lebih jauh untuk memperoleh gambaran secara definitif tentang siswa yang dihadapi, permasalahannya, kelemahannya, letak kelemahan, penyebab utama kelemahan, berat ringannya kelemahan, apakah perlu bantuan ahli lain, merencanakan waktu dan siapa yang melaksanakan.
b.      Langkah kedua: Alternatif Tindakan
Setelah memperoleh gambaran lengkap tentang siswa, baru direncanakan alternatif tindakan, sesuai dengan karakteristik kesulitan siswa. Alternatif pilihan tindakan bagi kasus yang mendapatkan kesulitan di dalam belajar, maka langsung saja melakukan remedial, dan jika ditemukan kasus yang memiliki kesulitan belajar dan memiliki masalah di luar itu, seperti masalah sosial psikologis dan sebagainya, maka sebelum diremedial kasus harus mendapatkan layanan konseling, layanan psikologis dan atau layanan psikoterapis terlebih dahulu.
Alternatif tindakan ini dapat berupa:
1)      Mengulang bahan yang telah diberikan dan diberi petunjuk-petunjuk:
         Memahami istilah-istilah kunci/pokok yang ada
         Memberi tanda bagian-bagian penting yang merupakan kelemahan siswa
         Membuat pertanyaan-pertanyaan untuk mengarahkan siswa
         Memberi dorongan dan semangat belajar
         Menyediakan bahan-bahan lain untuk mempermudah
         Mendiskusikan kesulitan-kesulitan siswa
2)      Memberi kegiatan lain yang setara dengan kegiatan belajar mengajar yang sudah ditempuh. Disini dimaksudkan untuk memperkaya bahan yang telah diberikan kepada siswa, misalnya:
         Kegiatan apa yang harus dikerjakan siswa
         Bahan apa yang dapat menunjang kegiatan yang sedang dilakukan
         Bagian mana yang harus mendapat penekanan
         Pertanyaan apa yang diajukan untuk memusatkan pada inti masalah
         Cara yang baik untuk menguasai bahan
3)      Tindakan yang berupa referal Jika kesulitan belajar disebabkan oleh faktor sosial, pribadi, psikologis yang di luar jangkauan guru, maka guru melakukan alih tangan kepada ahli lain, misalnya: konselor, psikolog, terapis, psikiater, sosiolog, dan sebagainya.
c.       Langkah ketiga: Evaluasi pengajaran remedial
Pada akhir pengajaran remedial perlu dilakukan evaluasi, seberapa pengajaran remedial tersebut meningkatkan prestasi belajar. Tujuannya untuk mencapai tingkat kebehasilan 75% menguasai bahan. Jika belum berhasil, kemudian dilakukan diagnosis kembali, prognosis dan pengajaran remedial berikutnya; demikian seterusnya sampai beberapa siklus hingga tercapai tingkat keberhasilan tersebut.
Pendekatan yang dilakukan dalam pengajaran remedial meliputi tiga macam, yaitu:
a.       Pengajaran preventif, diberikan kepada siswa untuk mengantisipasi jangan sampai menemui kesulitan
b.      Pendekatan kuratif, diberikan kepada siswa yang telah mengalami kesulitan dalam proses belajar mengajar, sehingga perlu disembuhkan atau dikoreksi
c.       Pendekatan developmental, di mana guru secara terus menerus memonitor kegiatan belajar mengajar, yang setiap ditemui hambatan segera dipecahkan. Guru secara sistematis mengikuti perkembangan siswa (Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 30).
IMPLIKASI
            Sebagai guru mata pelajaran, untuk membantu peserta didik mencapai tugas perkembangannya, kita harus memberikan pengalaman belajar yang mudah diterima oleh peserta didik kita. Dalam pelaksanaannya, tidak dapat dipungkiri adanya kendala – kendala yang akan kita lalui, misalnya adanya beberapa peserta didik kita yang mengalami kesulitan belajar.
            Untuk mengetahui beberapa kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik, guru mata pelajaran dapat melakukan beberapa cara, di antaranya yaitu: identifikasi kasus; identifikasi masalah; identifikasi factor penyebab masalah; prognosis; dan referral (yang telah dijelaskan di atas). Untuk melaksanakan diagnose kasulitan belajar peserta didik, kerja sama dengan pihak lain – seperti wali kelas, orang tua, guru dan teman sebaya – sangat dibutuhkan, apalagi saat melakukan langkah identifikasi masalah sampai dengan langkah referral.
            Pada langkah referral, guru menentukan bantuan yang dapat diberikan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan. Bantuan yang diberikan dapat bermacam – macam, biasanya bantuan akhir yang diberikan adalah pembelajaran remedial – untuk penyebab kesulitan belajar tertentu, ada bantuan khusus yang diberikan sebelum dilakukan pembelajaran remedial kepada peserta didik yang mengalami kesulitan –. Dalam melaksanakan pembelajaran remedial juga dilakukan langkah – langkah khusus, yaitu penelaahan kasus kembali, memberikan alternatif tindakan yang diberikan pada peserta didik, kemudian dilakukan evaluasi pengajaran remedial. Pembelajaran remedial yang dilakukan perlu dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan – pendekatan tertentu, seperti pendekatan kuratif, preventif, dan development. Hal tersebut dilakukan agar kesulitan yang dialami peserta didik dapat diatasi, kemudian siswa dapat berkembang secara terus – menerus sehingga ketika mengalami kesulitan yang sama, siswa mengatasi kesulitan tersebut dengan sendirinya.

DAFTAR PUSTAKA
Hiryanto. Tanpa Tahun. Diagnostik Kesulitan Belajar. Tanpa Kota: Education Phsychology
Rusmana, Nandang. 2010. Diagnostik dan Pembelajaran Remedial. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Sugiyanto. Tanpa Tahun. Diagnostik Kesulitan Belajar. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Kamis, 16 April 2015

KONSEP DASAR DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR


Diagnosis yaitu upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, desease) yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang saksama mengenai gejala-gejala (symtons). Diagnosis juga berarti studi yang seksama terhadap fakta tentang sesuatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan dan sebagainya yang esensial (Hiryanto, tanpa tahun, hlm. 3).
Selanjutnya, Sugiyanto (tanpa tahun, hlm. 117) berpendapat bahwa, pada dasarnya kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifestasi tingkah lakunya. Gejala kesulitan belajar akan dimanifestasikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam berbagai bentuk tingkah laku. Sesuai dengan pengertian kesulitan belajar di atas, tingkah laku yang dimanifestasikannya ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu. Gejala ini akan nampak dalam aspek-aspek motoris, kognitif, konatif dan afektif, baik dalam proses maupun hasil belajar yang dicapainya. Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar yaitu:
§  Menunjukkan hasil belajar di bawah rata-rata
§  Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan
§  Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar
§  Menunjukkan sikap yang kurang wajar
§  Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan
§  Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar.
Dari pengertian diagnosis serta kesulitan dalam belajar, dapat disimpulkan bahwa diagnostik kesulitan belajar adalah upaya sistematis yang dilakukan oleh guru untuk memahami secara mendalam siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar (Rusmana, 2010, hlm. 3). Proses diagnosis kesulitan belajar adalah menemukan kesulitan belajar siswa dan menentukan kemungkinan cara mengatasinya dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan belajar (Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 116).
Diagnostic kesulitan belajar digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar baik internal maupun eksternal. Beberapa faktor intern yang dialami oleh siswa yang dapat berpengaruh pada proses belajar adalah sebagai berikut:
§  Sikap terhadap belajar
§  Motivasi belajar
§  Konsentrasi belajar
§  Mengolah bahan belajar
§  Menyimpan perolehan hasil belajar
§  Menggali hasil belajar yang tersimpan
§  Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil kerja
§  Rasa percaya diri siswa
§  Inteligensi dan keberhasilan belajar
§  Kebiasaan belajar
§  Cita-cita siswa (Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 114).
Selanjutnya, berdasarkan faktor-faktor ekstern ditinjau dari siswa, ditemukan beberapa faktor yang berpengaruh pada aktivitas belajar. Dimyati dan Mudjiono (dalam Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 114) menyebutkan faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.
§  Guru sebagai pembina siswa belajar
§  Prasarana dan sarana pembelajaran
§  Kebijakan penilaian Lingkungan sosial siswa di sekolah
§  Kurikulum sekolah
Kegiatan Diagnosis dilakukan jika siswa tidak mengalami ketuntasan dalam belajar, sehingga kegiatan diagnosis ditujukan pada:
·         Bakat yang dimiliki
·         Ketekunan dan tingkat usaha yang dilakukan siswa
·         Waktu yang tersedia
·         Kualitas pengajaran
·         Kemampuan siswa
·         Tingkat kesulitan yang diderita siswa (Hiryanto, tanpa tahun, hlm. 2)
Menurut Ross dan Stanley (dalam Hiryanto, tanpa tahun, hlm. 7), ada beberapa langkah dalam melaksanakan diagnostic kesulitan belajar:
a.    Who are the pupils having trouble? (siapa-siapa siswa yang mengalami gangguan)
b.    Where are the errors located (dimana kelemahan itu dapat dilokalisasikan)
c.    Why are the errors occur? (Mengapa kelemahan itu terjadi?)
d.    What remedies are suggested? (penyembuhan apakah yang disarankan)
e.    How can errors be prevented? (Bgmn kelemahan itu dapat dicegah?)
Selanjutnya, Burton (dalam Hiryanto, tanpa tahun, hlm. 8) mendasarkan pada teknik dan instrument untuk diagnosis kesulitan belajar, yang meliputi:
§  General diagnosis, menggunakan tes baku.
§  Analystic diagnosis, menggunakan tes diagnosis
§  Psychological diagnosis, menggunakan:
§  Observasi
§  Analisis karya tulis
§  Analisis proses dan respon lisan
§  Analisis berbagai catatan objektif
§  Wawancara
§  Pendekatan laboratorium dan klinis
§  Studi kasus
Salah satu solusi untuk perbaikan siswa yang mengalami kesulitan belajar yaitu dengan dilakukannya pembelajaran remedial. Menurut Rusmana (2010, hlm. 4), pembelajaran remedial adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk memperbaiki mutu siswa dan guru setelah melalui suatu proses diagnostic. Hiryanto (tanpa tahun, hlm. 14) berpendapat bahwa pembelajaran remedial yaitu Suatu proses pelaksanaan program belajar mengajar khusus bersifat individual diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar, bersifat mengoreksi (menyembuhkan) siswa yang mengalami gangguan belajar.
Prayitno (dalam Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 120) mengatakan bahwa secara skematik, langkah – langkah diagnostic dan remedial kesulitan belajar untuk kegiatan bimbingan belajar adalah sebagai berikut.


Gambar 1. Skema langkah - langkah diagnostik dan remedial kesulitan belajar 



IMPLIKASI
Setelah mempelajari konsep dasar diagnostik kesulitan belajar, sebagai calon guru harus sadar bahwa ketika terjun ke lapangan nanti tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dalam melaksanakan pembelajaran, hambatan apapun bisa terjadi, salah satunya yaitu kesulitan siswa dalam menerima materi yang diberikan oleh guru. Kesulitan yang dialami siswa dapat terjadi karena berbagai factor (meliputi factor yang berasal dari dalam diri siswa tersebut maupun dari luar). Oleh karena itu, seorang guru harus mempunyai kemampuan untuk mendiagnosa kesulitan belajar yang terjadi pada para peserta didiknya.
Untuk mengidentifikasi kesulitan belajar yang terjadi pada peserta didik, guru harus memahami karakter dan sikap peserta didiknya ketika di dalam maupun di luar kelas sehingga identifikasi kasus yang terjadi pada peserta didik mudah dilakukan. Identifikasi kasus tersebut juga dapat dilakukan dengan memberikan tes diagnostic (atau instrument lainnya, missal: observasi, wawancara, catatan anekdot, dll.) kepada peserta didik, sehingga dapat diketahui peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar. Ketika guru sudah menemukan siswa mana yang mengalami kesulitan belajar, guru dapat mengidentifikasi pada bagian mana siswa tersebut mengalami kesulitan. Selanjutnya, guru mencari tahu tentang factor – factor yang menyebabkan terjadinya kesulitan belajar pada siswa tersebut. Setelah itu, guru bertugas untuk membantu menyelesaikan masalah yang terjadi pada siswa tersebut sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh guru. Dalam hal kesulitan belajar siswa, biasanya bantuan yang diberikan yaitu berupa pembelajaran remedial.
Dalam mendiagnosa kesulitan belajar yang dialami siswa, tentunya tidak lepas dari beberapa instrument yang ada, seperti tes diagnostic, pedoman wawancara, pedoman observasi, catatan anekdot, dll. serta bantuan dari berbagai pihak (misalnya: wali kelas, guru BK, orang tua, teman sebaya, dll.) sangat dibutuhkan dalam hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Hiryanto. Tanpa Tahun. Diagnostik Kesulitan Belajar. Tanpa Kota: Education Phsychology
Rusmana, Nandang. 2010. Diagnostik dan Pembelajaran Remedial. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Sugiyanto. Tanpa Tahun. Diagnostik Kesulitan Belajar. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Kamis, 09 April 2015

PEMBELAJARAN BERBASIS BIMBINGAN (MENGKAJI MODEL-MODEL PEMBELAJARAN YANG LEBIH BERORIENTASI PENGEMBANGAN INDIVIDU)

Pembelajaran adalah proses yang sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan sesuatu hal yang bersifat eksternal dan sengaja dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar internal dalam diri individu (Pribadi, 2010, hlm. 10).
Definisi lain tentang pembelajaran dikemukakan oleh Smith dan Ragan (dalam Pribadi, 2010, hlm. 9) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan pengembangan dan penyampaian informasi dan kegiatan yang diciptakan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan yang spesifik.
Bimbingan merupakan pemberian bantuan oleh seseorang kepada orang lain dalam menentukan pilihan, penyesuaian dan pemecahan permasalahan. Bimbingan bertujuan membantu seseorang agar bertambah kemampuan bertanggungjawab atas dirinya (Sukardi, 1983 hlm. 65)

Definisi tentang pembelajaran berbasis bimbingan dikatakan oleh Mariyana yang berpendapat bahwa pembelajaran berbasis bimbingan merupakan sebuah model pembelajaran yang dirancang berdasarkan pemahaman terhadap bimbingan, dengan memperhatikan pemahaman terhadap anak dan cara belajarnya. Maka ketika pembelajaran berbasis bimbingan dilaksanakan di TK, pelaksanaannya terintegrasi dan menjadi bagian yang terpadu dalam program kegiatan belajar TK secara holistik serta berdasarkan pada konsep pembelajaran berbasis bimbingan yang sesuai untuk anak TK.
Kartadinata dan Dantes (dalam Mariyana, 2008, hlm. 2), pembelajaran berbasis bimbingan memiliki ciri-ciri berikut:
1.  Diperuntukkan bagi semua murid
2.  Memperlakukan murid sebagai individu yang unik dan sedang berkembang
3.  Mengakui murid sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan
4.  Terarah ke pengembangan segenap aspek perkembangan anak secara menyeluruh dan optimal
5.  Disertai dengan berbagai sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai minat, potensi, dan kapabilitas murid sesuai dengan norma-norma kehidupan yang dianut.
Menurut Biduman (2009), dalam mengikuti pembelajaran berbasis bimbingan, diharapkan peserta didik memperoleh beberapa kesempatan berikut:
1.  Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugastugasnya
2.  Mengenal dan memahami potensi-potensi yang ada di lingkungannya
3.  Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana tercapainya tujuan tersebut
4.  Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri
5.  Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, lembaga tempat bekerja dan masyarakat
6.  Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan lingkungannya
7.  Mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara tepat dan teratur secara optimal
Biduman juga mengatakan beberapa prinsip yang digunakan dalam pembelajaran berbasis bimbingan yaitu:
1.  Didasarkan pada needs assessment
2.  Dikembangkan dalam suasana membantu (Helping Relationship)
3.  Bersifat memfasilitasi
4.  Berorientasi pada:
     >Learning to be (belajar untuk menjadi)
     >Learning to learn (belajar untuk belajar)
§         >Learning to work (belajar untuk bekerja dan berkarir)
§         >Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
5. Tujuan utama perkembangan potensi secara optimal

Pembelajaran berbasis bimbingan sejalan dengan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan peserta didik. Beberapa model pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran berbasis bimbingan yaitu:

1.  Model Pemrosesan Informasi (Processing information model)
Model pembelajaran yang termasuk dalam kelompok ini berisikan modelmodel pembelajaran yang menekankan pada cara seorang individu dalam memberikan jawaban yang berasal dari lingkungan belajarnya dengan cara menyusun data, mereformulasikan permasalahan, membentuk suatu konsep dan rencana pemecahan masalah disertai penggunaan simbol-simbol verbal dan nonverbal. Kita dapat menemukan model pembelajaran yang memiliki prinsip yang sama yaitu modelmodel yang berorientasi pada proses seorang pembelajar dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, membentuk performansi intelektualnya, dan melakukan interaksi sosial dan interpersonal (Anonim, hlm. 4).

2.  Model Personal (Personal mode)
Kelompok model ini terdiri dari model-model pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan individu. Kelompok model ini menekankan pada suatu proses yang membantu individu tersebut dalam membentuk dan menyusun kenyataan yang unik. Jenis model ini berhubungan erat dengan kehidupan emosional seorang pembelajar dalam rangka membantunya untuk mengembangkan hubungannya dengan lingkungannya secara produktif (Anonim, hlm. 4).

3. Model Interaksi Sosial (Sosial interaction model)
Kelompok model interaksi sosial menitikberatkan pada hubungan seorang individu dengan masyarakat lain atau orang lain dengan cara mengembangkan kemampuannya untuk melihat suatu kenyataan sebagai suatu negosiasi (social negotiated). Konsekuensi dari kelompok model pembelajaran ini adalah untuk membentuk individu agar mampu berinteraksi dengan masyarakat atau orang lain (Anonim, hlm. 5).

4.  Model Perilaku (Attitude model)
Kelompok model pembelajaran ini dibentuk berdasarkan pada teori umum, yaitu teori perilaku. Salah satu tanda dari model pembelajaran ini yaitu memberikan refleksi tentang pemecahan tugas belajar terhadap sikap yang dilakukan secara bertahap. Pembelajaran diarahkan pada perubahan perilaku seseorang dan perubahan tersebut mesti diobservasi. Jenis-jenis model perilaku di antaranya teori pembelajaran, teori pembelajaran sosial, perubahan sikap dan terapi sikap (Anonim, hlm. 5).

5.  Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya (MPTBB)
Model pembelajaran ini dikembangkan untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya local; desainnya berangkat dari tema budaya lokal dan dikembangkan berdasarkan pengalaman awal budaya siswa. Komponen desainnya terdiri atas tema budaya lokal, tujuan integratif, materi pembelajaran terintegrasi dengan budaya lokal yang relevan, kegiatan pembelajaran terpadu berbasis budaya, alat-media dan sumber yang beragam dan kontekstual, serta komponen penilaian yang menekankan penilaian proses dan hasil; implementasinya terdiri atas tiga tahap, yakni pengkondisian, penciptaan makna dan konsolidasi; dan penilaian meliputi penilaian proses dan hasil (Alexon dan Sukmadinata, 2010, hlm. 201)

6.  Model Pembelajaran Keterampilan Menulis Terpadu
Mata pelajaran Integrated Writing ini bertujuan untuk membekali peserta didik dengan keterampilan berbahasa yang terpadu, sebagaimana yang akan mereka hadapi dalam kehidupan "nyata" baik di dalam lingkungan akademik maupun dalam lingkup sosial/masyarakat pengguna dan di dunia kerja. Setelah perkuliahan pebelajar mampu meringkas, mensintesa, dan mengembangkan bahan-bahan yang didengar, dibaca dan didiskusikan untuk kemudian menuangkannya dalam suatu karya tulis dengan tata bahasa, kosakata, dan kaidah penulisan yang benar. Materi pembelajaran Integrated Writing ini meliputi materi mendengarkan pembelajaran singkat (Listening to short lectures), membaca materi atau artikel ilmiah (reading lecture or scientific lexts), dan mengadakan diskusi kelompok (group discussions) tentang materi yang baru didengar dan dibaca. Materi listening yang otentik dapat diperoleh dari bahan (kaset, atau VCD/DVD) yang direkam dari TV misalnya siaran berita berbahasa Inggris dari BBC, ABC, CNN, atau stasion TV Nasional untuk tingkat intermediate, atau pidato dan kuliah singkat untuk tingkat high intermediate sampai advanced. Materi reading dapat diambil dari artikel ilmiah dari buku teks atau jurnal internasional, artikel-artikel dari majalah yang terkemuka seperti Times, Newsweek, atau National Geographic, maupun artikel yang di "download" dari internet. Pebelajar juga perlu dilatih cara membuat catatan paraphrasing dan summarizing yang baik, dari bahan audio dan tertulis (Penyelenggara PLPG Rayon 4, hlm. 172-173).

7.  Model pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana pebelajar yang memiliki tingkat kemampuan berbeda belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran yang diberikan. Model pembelajaran kooperatif learning ini dikembangkan untuk mencapai empat tujuan, di antaranya yaitu: hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, pengembangan keterampilan social, serta lingkungan belajar dan system pengelolaan (Penyelenggara PLPG Rayon 4, hlm. 176-177).
Masih banyak lagi model – model pembelajaran yang belum disebutkan. Kebanyakan dari model – model pembelajaran yang sudah ada, diciptakan dengan dasar/ berorientasi pada perkembangan peserta didik yang akhirnya bermuara pada pencapaian tugas perkembangan peserta didik tersebut. Adanya model yang bermacam – macam, memberikan kebebasan guru untuk memilah model – model yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya, sasaran pembelajarannya (peserta didik), serta lingkungan sekitar/suasana belajar yang ada.

IMPLIKASI
Setelah mempelajari materi ini, sebagai calon guru mungkin merasa diingatkan kembali untuk memilah – milah model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan dan sasaran belajarnya (peserta didik) nantinya. Dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, guru harus mempertimbangkan kesesuaian antara tugas perkembangan peserta didik, materi yang diajarkan, serta lingkungan sekitar peserta didik.
Peran guru adalah sebagai pendidik. Oleh karena itu, tugas seorang guru di dalam kelas bukan hanya untuk menyampaikan materi saja dengan asumsi bahwa materi tersebut dapat dicerna oleh peserta didiknya atau tidak, kemudian peserta didik yang diajarnya memperoleh nilai 100 (atau bahkan tidak peduli juga dengan peserta didik yang gagal akan mata pelajaran yang diampunya). Tugas guru yaitu untuk membantu peserta didiknya untuk mencapai pada tugas perkembangan yang seharusnya dipenuhi oleh peserta didik tersebut dengan tanpa mempersulit peserta didik (dalam pencapaian tugas perkembangannya), apabila peserta didik menemukan permasalahan di tengah proses pencapaian tugas perkembangannya, guru membantu peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan mempertimbangkan asas kemandirian pada peserta didik. Dalam pelaksanaannya, tentunya guru mata pelajaran harus membantu pencapaian tugas perkembangan peserta didik dengan mata pelajaran yang diampunya. Harapannya, pembelajaran yang dilakukan seorang guru yang berorientasi pada perkembangan siswa ini dapat menciptakan individu yang berkembang secara optimal; dapat mengembangakan potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin; dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar; dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya saat ini dan pada masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Alexon dan Nana Syaodih Sukmadinata. 2010. Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya untuk meningkatkan Apresiasi Siswa terhadap Budaya Lokal. Jurnal : 2 hlm. 201
Anonim. Tanpa tahun. Kajian Pustaka: Perancangan Model Pembelajaran. Tanpa Kota. Tidak diterbitkan
Biduman, N. 2009. Strategi Pembelajaran Berbasis Bimbingan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI Bandung
Mariyana, Rita. (tanpa tahun). Kompetensi Guru dalam Pembelajaran Berbasis Bimbingan di Taman Kanak – Kanak (Studi Deskriptif terhadap Guru TK di Bandung). [Jurnal]. Tidak diterbitkan
Mariyana, Rita. 2008. Implementasi Program Pembelajaran Berbasis Bimbingan di TK. [Artikel Penelitian]. Tidak diterbitkan
Penyelenggara Sertifikasi Guru (PLPG) Rayon 24. Tanpa tahun. Model Pembelajaran Efektif di Sekolah Dasar. Makassar: Universitas Negeri Makassar
Pribadi, Benny Agus. 2010. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat
Sukardi, Dewa Ketut. 1983. Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya: Ussana Offect Printing