Suroyya's Blog
Jumat, 25 Maret 2016
Kamis, 07 Mei 2015
LANGKAH-LANGKAH OPERASIONAL DIAGNOSTIK DAN REMIDIAL KESULITAN BELAJAR
Menurut
Ross dan Stanley (dalam Hiryanto, tanpa tahun, hlm. 7), ada beberapa langkah
dalam melaksanakan diagnostic kesulitan belajar:
a.
Who are the pupils
having trouble? (siapa-siapa siswa yang mengalami gangguan)
b.
Where are the errors
located (dimana kelemahan itu dapat dilokalisasikan)
c.
Why are the errors
occur? (Mengapa kelemahan itu terjadi?)
d.
What remedies are
suggested? (penyembuhan apakah yang disarankan)
e.
How can errors be
prevented? (Bgmn kelemahan itu dapat dicegah?)
Prayitno
(dalam Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 120) mengatakan bahwa secara skematik,
langkah – langkah diagnostic dan remedial kesulitan belajar untuk kegiatan
bimbingan belajar adalah sebagai berikut.
|
Berikut
ini, penjelasan skema di atas tentang langkah-langkah diagnostik dan remedial
kesulitan belajar, sebagai berikut :
1.
Identifikasi
Kasus
Langkah
ini dilakukan dengan menentukan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan
belajar. Teknik yang ditempuh dapat bermacam-macam, antara lain:
a.
Meneliti nilai hasil
ujian semester yang tercantum dalam laporan hasil belajar (buku leger), dan
kemudian membandingkan dengan nilai rata-rata kelompok atau dengan kriteria
yang telah ditentukan.
b.
Mengobservasi kegiatan
siswa dalam proses belajar mengajar, siswa yang berperilaku menyimpang dalam
proses belajar mengajar diperkirakan akan mengalami kesulitan belajar.
2.
Identifikasi
Masalah
Setelah
menentukan dan memprioritaskan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan
belajar, maka langkah berikutnya adalah melokalisasikan pada bidang studi apa
dan pada aspek mana siswa tersebut mengalami kesulitan. Hasil belajar anak pada
beberapa bidang studi tentu saja ada bedanya, guru bedang studi lebih
mengetahui tentang masalah tersebut. Pada tahap ini, kerjasama antara petugas
bimbingan dan konseling, wali kelas, guru bidang studi akan sangat membantu
siswa dalam mengatasi kesulitan belajarnya.
Cara
dan alat yang dapat digunakan, antara lain:
a.
Tes diagnostik yang
dibuat oleh guru bidang studi masing-masing, seperti untuk bidang studi
Matematika, IPA, IPS, Bahasa dan yang lainnya. Dengan tes diagnostik ini dapat
diketemukan karakteristik dan sifat kesulitan belajar yang dialami siswa.
b.
Bila tes diagnostik
belum tersedia, guru bisa menggunakan hasil ujian siswa sebagai bahan untuk
dianalisis. Apabila tes yang digunakan dalam ujian tersebut memiliki taraf
validitas yang tinggi, tentu akan mengandung unsur diagnosis yang tinggi.
Sehingga dengan tes prestasi hasil belajar pun, seandainya valid dalam
batas-batas tertentu akan dapat mengdiagnosis kesulitan belajar siswa.
c.
Memeriksa buku catatan
atau pekerjaan siswa. Hasil analisis dalam aspek ini pun akan membantu dalam
mendiagnosis kesulitan belajar siswa
Untuk melengkapi data di atas,
dapat dilakukan kerjasama antara pihak yang erat kaitannya dengan lembaga
sekolah dan orang tua. Caranya antara
lain:
a.
Wawancara khusus oleh
ahli yang berwewenang dalam bidang ini
b.
Mengadakan observasi
yang intensif, baik di dalam lingkungan rumah maupun di luar rumah
c.
Wawancara dengan wali
kelas, orang tua atau dengan teman-teman di sekolah.
3.
Identifikasi
Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Faktor
penyebab kesulitan belajar dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
a.
Faktor internal, yaitu
faktor-faktor yang berasal dalam diri siswa itu sendiri. Hal ini antara lain,
disebabkan oleh:
–
Kelemahan fisik,
pancaindera, syaraf, cacat karena sakit, dan sebagainya
–
Kelemahan mental:
faktor kecerdasan, seperti inteligensi dan bakat yang dapat diketahui dengan
tes psikologis
–
Gangguan-gangguan yang
bersifat emosional
–
Sikap kebiasaan yang
salah dalam mempelajari materi pelajaran
–
Belum memiliki
pengetahuan dan kecakapan dasar yang dibutuhkan untuk memahami materi pelajaran
lebih lanjut.
b.
Faktor eksternal, yaitu
faktor yang berasal dari luar diri siswa sebagai penyebab kesulitan belajar.
Yang termasuk dalam factor eksternal antara lain:
–
Situasi atau proses
belajar mengajar yang tidak merangsang siswa untuk aktif antisipatif (kurang
memungkinkan siswa untuk belajar secara aktif “student active learning”)
–
Sifat kurikulum yang
kurang fleksibel
–
Beban studi yang
terlampau berat
–
Metode mengajar yang
kurang menarik
–
Kurangnya alat dan
sumber untuk kegiatan belajar
–
Situasi rumah yang
kurang kondusif untuk belajar.
Untuk
memperoleh berbagai informasi di atas, dapat menggunakan berbagai cara dan
bekerjasama dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan kegiatan ini.
Misalnya, untuk mendapatkan informasi tentang keadaan fisik siswa, perlu
bekerjasama dengan dokter atau klinik sekolah, untuk memperoleh data tentang
kemampuan potensial siswa dapat bekerjasama dengan petugas bimbingan dan
konseling (konselor) atau dengan psikolog, untuk mengetahui sikap dan kebiasaan
belajar siswa dapat mengamatinya secara langsung di kelas, menggunakan skala
sikap dan kebiasaan belajar, wawancara dengan wali kelas, dengan orang tua,
dengan siswa itu sendiri, atau dengan teman-temannya, dan masih banyak cara
yang dapat ditempuh.
4.
Prognosis
(Perkiraan Kemungkinan Bantuan)
Setelah
mengetahui letak kesulitan belajar yang dialami siswa, jenis dan sifat
kesulitan dengan faktor-faktor penyebabnya, maka akan dapat memperkirakan
kemungkinan bantuan atau tindakan yang tepat untuk membantu kesulitan belajar
siswa. Pada langkah ini, hal yang dapat disimpulkan adalah:
a.
Apakah siswa masih dapat
ditolong untuk dapat mengatasi kesulitan belajarnya atau tidak?
b.
Berapa waktu yang
dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami siswa tersebut?
c.
Kapan dan di mana
pertolongan itu dapat diberikan?
d.
Siapa yang dapat
memberikan pertolongan?
e.
Bagaimana caranya agar
siswa dapat ditolong secara efektif?
f.
Siapa sajakah yang
perlu dilibatkan atau disertakan dalam membantu siswa tersebut, dan apakah
peranan atau sumbangan yang dapat diberikan masing – masing pihak dalam
menolong siswa tersebut?
5.
Referral
Langkah
ini dilakukan dengan menyusun suatu rencana atau alternatif bantuan yang akan
dilaksanakan. Rencana ini hendaknya mencakup:
a.
Cara-cara yang harus
ditempuh untuk menyembuhkan kesulitan belajar yang dialami siswa yang
bersangkutan
b.
Menjaga agar kesulitan
yang serupa jangan sampai terulang lagi.
Dalam
membuat rencana kegiatan untuk pelaksanaan sebagai alternatif bantuan,
sebaiknya didiskusikan dan dikomunikasikan dengan pihak-pihak yang dipandang
berkepentingan, yang diperkirakan kelak terlibat dalam proses pemberian bantuan
(Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 20-24).
Salah satu
solusi untuk perbaikan siswa yang mengalami kesulitan belajar yaitu dengan
dilakukannya pembelajaran remedial. Menurut Rusmana (2010, hlm. 4),
pembelajaran remedial adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk
memperbaiki mutu siswa dan guru setelah melalui suatu proses diagnostic. Hiryanto (tanpa tahun, hlm. 14) berpendapat bahwa
pembelajaran remedial yaitu Suatu proses pelaksanaan program belajar mengajar
khusus bersifat individual diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan
belajar, bersifat mengoreksi (menyembuhkan) siswa yang mengalami gangguan
belajar.
Sugiyanto
(tanpa tahun, hlm. 26-27) menyebutkan beberapa langkah yang dapat ditempuh
dalam melaksanakan remedial. Langkah – langkat tersebut adalah:
a.
Langkah pertama:
Penelaahan Kasus Kembali
Guru
menelaah kembali secara lebih dalam tentang siswa yang akan diberi bantuan.
Dari diagnosis kesulitan belajar yang sudah diperoleh lebih dahulu guru perlu
menelaah lebih jauh untuk memperoleh gambaran secara definitif tentang siswa
yang dihadapi, permasalahannya, kelemahannya, letak kelemahan, penyebab utama
kelemahan, berat ringannya kelemahan, apakah perlu bantuan ahli lain,
merencanakan waktu dan siapa yang melaksanakan.
b.
Langkah kedua:
Alternatif Tindakan
Setelah
memperoleh gambaran lengkap tentang siswa, baru direncanakan alternatif
tindakan, sesuai dengan karakteristik kesulitan siswa. Alternatif pilihan
tindakan bagi kasus yang mendapatkan kesulitan di dalam belajar, maka langsung
saja melakukan remedial, dan jika ditemukan kasus yang memiliki kesulitan
belajar dan memiliki masalah di luar itu, seperti masalah sosial psikologis dan
sebagainya, maka sebelum diremedial kasus harus mendapatkan layanan konseling,
layanan psikologis dan atau layanan psikoterapis terlebih dahulu.
Alternatif
tindakan ini dapat berupa:
1)
Mengulang bahan yang
telah diberikan dan diberi petunjuk-petunjuk:
–
Memahami
istilah-istilah kunci/pokok yang ada
–
Memberi tanda
bagian-bagian penting yang merupakan kelemahan siswa
–
Membuat
pertanyaan-pertanyaan untuk mengarahkan siswa
–
Memberi dorongan dan
semangat belajar
–
Menyediakan bahan-bahan
lain untuk mempermudah
–
Mendiskusikan
kesulitan-kesulitan siswa
2)
Memberi kegiatan lain
yang setara dengan kegiatan belajar mengajar yang sudah ditempuh. Disini
dimaksudkan untuk memperkaya bahan yang telah diberikan kepada siswa, misalnya:
–
Kegiatan apa yang harus
dikerjakan siswa
–
Bahan apa yang dapat
menunjang kegiatan yang sedang dilakukan
–
Bagian mana yang harus
mendapat penekanan
–
Pertanyaan apa yang
diajukan untuk memusatkan pada inti masalah
–
Cara yang baik untuk
menguasai bahan
3)
Tindakan yang berupa
referal Jika kesulitan belajar disebabkan oleh faktor sosial, pribadi,
psikologis yang di luar jangkauan guru, maka guru melakukan alih tangan kepada
ahli lain, misalnya: konselor, psikolog, terapis, psikiater, sosiolog, dan
sebagainya.
c.
Langkah ketiga:
Evaluasi pengajaran remedial
Pada akhir pengajaran
remedial perlu dilakukan evaluasi, seberapa pengajaran remedial tersebut
meningkatkan prestasi belajar. Tujuannya untuk mencapai tingkat kebehasilan 75%
menguasai bahan. Jika belum berhasil, kemudian dilakukan diagnosis kembali,
prognosis dan pengajaran remedial berikutnya; demikian seterusnya sampai
beberapa siklus hingga tercapai tingkat keberhasilan tersebut.
Pendekatan
yang dilakukan dalam pengajaran remedial meliputi tiga macam, yaitu:
a.
Pengajaran preventif,
diberikan kepada siswa untuk mengantisipasi jangan sampai menemui kesulitan
b.
Pendekatan kuratif,
diberikan kepada siswa yang telah mengalami kesulitan dalam proses belajar
mengajar, sehingga perlu disembuhkan atau dikoreksi
c.
Pendekatan
developmental, di mana guru secara terus menerus memonitor kegiatan belajar
mengajar, yang setiap ditemui hambatan segera dipecahkan. Guru secara
sistematis mengikuti perkembangan siswa (Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 30).
IMPLIKASI
Sebagai guru mata pelajaran, untuk
membantu peserta didik mencapai tugas perkembangannya, kita harus memberikan
pengalaman belajar yang mudah diterima oleh peserta didik kita. Dalam
pelaksanaannya, tidak dapat dipungkiri adanya kendala – kendala yang akan kita
lalui, misalnya adanya beberapa peserta didik kita yang mengalami kesulitan
belajar.
Untuk mengetahui beberapa kesulitan
belajar yang dialami oleh peserta didik, guru mata pelajaran dapat melakukan
beberapa cara, di antaranya yaitu: identifikasi kasus; identifikasi masalah;
identifikasi factor penyebab masalah; prognosis; dan referral (yang telah
dijelaskan di atas). Untuk melaksanakan diagnose kasulitan belajar peserta
didik, kerja sama dengan pihak lain – seperti wali kelas, orang tua, guru dan
teman sebaya – sangat dibutuhkan, apalagi saat melakukan langkah identifikasi
masalah sampai dengan langkah referral.
Pada langkah referral, guru
menentukan bantuan yang dapat diberikan kepada peserta didik yang mengalami
kesulitan. Bantuan yang diberikan dapat bermacam – macam, biasanya bantuan
akhir yang diberikan adalah pembelajaran remedial – untuk penyebab kesulitan
belajar tertentu, ada bantuan khusus yang diberikan sebelum dilakukan pembelajaran
remedial kepada peserta didik yang mengalami kesulitan –. Dalam melaksanakan
pembelajaran remedial juga dilakukan langkah – langkah khusus, yaitu penelaahan
kasus kembali, memberikan alternatif tindakan yang diberikan pada peserta
didik, kemudian dilakukan evaluasi pengajaran remedial. Pembelajaran remedial
yang dilakukan perlu dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan – pendekatan
tertentu, seperti pendekatan kuratif, preventif, dan development. Hal tersebut
dilakukan agar kesulitan yang dialami peserta didik dapat diatasi, kemudian
siswa dapat berkembang secara terus – menerus sehingga ketika mengalami
kesulitan yang sama, siswa mengatasi kesulitan tersebut dengan sendirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hiryanto. Tanpa Tahun. Diagnostik Kesulitan
Belajar. Tanpa Kota: Education Phsychology
Rusmana, Nandang. 2010. Diagnostik dan
Pembelajaran Remedial. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Sugiyanto. Tanpa Tahun. Diagnostik
Kesulitan Belajar. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta
Kamis, 16 April 2015
KONSEP DASAR DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR
Diagnosis yaitu upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit
(weakness, desease) yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan
studi yang saksama mengenai gejala-gejala (symtons). Diagnosis juga
berarti studi yang seksama terhadap fakta tentang sesuatu hal untuk menemukan
karakteristik atau kesalahan dan sebagainya yang esensial (Hiryanto, tanpa
tahun, hlm. 3).
Selanjutnya, Sugiyanto (tanpa tahun, hlm. 117) berpendapat bahwa,
pada dasarnya kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang nampak dalam
berbagai jenis manifestasi tingkah lakunya. Gejala kesulitan belajar akan
dimanifestasikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam berbagai
bentuk tingkah laku. Sesuai dengan pengertian kesulitan belajar di atas,
tingkah laku yang dimanifestasikannya ditandai dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu. Gejala ini akan nampak dalam aspek-aspek motoris, kognitif, konatif
dan afektif, baik dalam proses maupun hasil belajar yang dicapainya. Beberapa ciri
tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar
yaitu:
§
Menunjukkan hasil
belajar di bawah rata-rata
§
Hasil yang dicapai tidak
seimbang dengan usaha yang dilakukan
§
Lambat dalam melakukan
tugas-tugas kegiatan belajar
§
Menunjukkan sikap yang
kurang wajar
§
Menunjukkan tingkah laku
yang berkelainan
§
Menunjukkan gejala
emosional yang kurang wajar.
Dari
pengertian diagnosis serta kesulitan dalam belajar, dapat disimpulkan bahwa diagnostik
kesulitan belajar adalah upaya sistematis yang dilakukan oleh guru untuk
memahami secara mendalam siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar (Rusmana,
2010, hlm. 3). Proses diagnosis kesulitan belajar
adalah menemukan kesulitan belajar siswa dan menentukan kemungkinan cara
mengatasinya dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan kegiatan belajar (Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 116).
Diagnostic
kesulitan belajar digunakan untuk mengetahui
faktor-faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar baik internal
maupun eksternal. Beberapa faktor intern yang dialami oleh siswa yang dapat berpengaruh
pada proses belajar adalah sebagai berikut:
§
Sikap terhadap belajar
§
Motivasi belajar
§
Konsentrasi belajar
§
Mengolah bahan belajar
§
Menyimpan perolehan
hasil belajar
§
Menggali hasil belajar
yang tersimpan
§
Kemampuan berprestasi
atau unjuk hasil kerja
§
Rasa percaya diri siswa
§
Inteligensi dan
keberhasilan belajar
§
Kebiasaan belajar
§
Cita-cita siswa
(Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 114).
Selanjutnya, berdasarkan faktor-faktor ekstern ditinjau
dari siswa, ditemukan beberapa faktor yang berpengaruh pada aktivitas belajar.
Dimyati dan Mudjiono (dalam Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 114) menyebutkan
faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.
§
Guru sebagai pembina
siswa belajar
§
Prasarana dan sarana
pembelajaran
§
Kebijakan penilaian
Lingkungan sosial siswa di sekolah
§
Kurikulum sekolah
Kegiatan Diagnosis dilakukan jika siswa tidak mengalami ketuntasan
dalam belajar, sehingga kegiatan diagnosis ditujukan pada:
·
Bakat yang dimiliki
·
Ketekunan dan tingkat
usaha yang dilakukan siswa
·
Waktu yang tersedia
·
Kualitas pengajaran
·
Kemampuan siswa
·
Tingkat kesulitan yang
diderita siswa (Hiryanto, tanpa tahun, hlm. 2)
Menurut Ross dan Stanley (dalam Hiryanto, tanpa tahun, hlm. 7), ada
beberapa langkah dalam melaksanakan diagnostic kesulitan belajar:
a.
Who are the pupils
having trouble? (siapa-siapa siswa yang mengalami gangguan)
b.
Where are the errors
located (dimana kelemahan itu dapat dilokalisasikan)
c.
Why are the errors
occur? (Mengapa kelemahan itu terjadi?)
d.
What remedies are
suggested? (penyembuhan apakah yang disarankan)
e.
How can errors be
prevented? (Bgmn kelemahan itu dapat dicegah?)
Selanjutnya,
Burton (dalam Hiryanto, tanpa tahun, hlm. 8) mendasarkan
pada teknik dan instrument untuk diagnosis kesulitan belajar, yang meliputi:
§
General diagnosis,
menggunakan tes baku.
§
Analystic diagnosis,
menggunakan tes diagnosis
§
Psychological diagnosis,
menggunakan:
§
Observasi
§
Analisis karya tulis
§
Analisis proses dan
respon lisan
§
Analisis berbagai
catatan objektif
§
Wawancara
§
Pendekatan laboratorium
dan klinis
§
Studi kasus
Salah
satu solusi untuk perbaikan siswa yang mengalami kesulitan belajar yaitu dengan
dilakukannya pembelajaran remedial. Menurut Rusmana (2010, hlm. 4), pembelajaran
remedial adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk memperbaiki mutu
siswa dan guru setelah melalui suatu proses diagnostic. Hiryanto (tanpa tahun, hlm. 14) berpendapat bahwa pembelajaran remedial
yaitu Suatu proses pelaksanaan program belajar mengajar khusus bersifat individual
diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar, bersifat mengoreksi (menyembuhkan)
siswa yang mengalami gangguan belajar.
Prayitno (dalam
Sugiyanto, tanpa tahun, hlm. 120) mengatakan bahwa secara skematik, langkah –
langkah diagnostic dan remedial kesulitan belajar untuk kegiatan bimbingan
belajar adalah sebagai berikut.
Gambar 1. Skema langkah - langkah diagnostik dan remedial kesulitan belajar |
IMPLIKASI
Setelah
mempelajari konsep dasar diagnostik kesulitan belajar, sebagai calon guru harus
sadar bahwa ketika terjun ke lapangan nanti tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Dalam melaksanakan pembelajaran, hambatan apapun bisa terjadi, salah
satunya yaitu kesulitan siswa dalam menerima materi yang diberikan oleh guru. Kesulitan
yang dialami siswa dapat terjadi karena berbagai factor (meliputi factor yang
berasal dari dalam diri siswa tersebut maupun dari luar). Oleh karena itu,
seorang guru harus mempunyai kemampuan untuk mendiagnosa kesulitan belajar yang
terjadi pada para peserta didiknya.
Untuk
mengidentifikasi kesulitan belajar yang terjadi pada peserta didik, guru harus
memahami karakter dan sikap peserta didiknya ketika di dalam maupun di luar
kelas sehingga identifikasi kasus yang terjadi pada peserta didik mudah
dilakukan. Identifikasi kasus tersebut juga dapat dilakukan dengan memberikan
tes diagnostic (atau instrument lainnya, missal: observasi, wawancara, catatan
anekdot, dll.) kepada peserta didik, sehingga dapat diketahui peserta didik
yang mengalami kesulitan dalam belajar. Ketika guru sudah menemukan siswa mana
yang mengalami kesulitan belajar, guru dapat mengidentifikasi pada bagian mana
siswa tersebut mengalami kesulitan. Selanjutnya, guru mencari tahu tentang factor
– factor yang menyebabkan terjadinya kesulitan belajar pada siswa tersebut. Setelah
itu, guru bertugas untuk membantu menyelesaikan masalah yang terjadi pada siswa
tersebut sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh guru. Dalam hal kesulitan
belajar siswa, biasanya bantuan yang diberikan yaitu berupa pembelajaran
remedial.
Dalam
mendiagnosa kesulitan belajar yang dialami siswa, tentunya tidak lepas dari
beberapa instrument yang ada, seperti tes diagnostic, pedoman wawancara,
pedoman observasi, catatan anekdot, dll. serta bantuan dari berbagai pihak (misalnya:
wali kelas, guru BK, orang tua, teman sebaya, dll.) sangat dibutuhkan dalam hal
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Hiryanto. Tanpa Tahun. Diagnostik Kesulitan Belajar. Tanpa
Kota: Education Phsychology
Rusmana, Nandang. 2010. Diagnostik dan Pembelajaran Remedial.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Sugiyanto. Tanpa Tahun. Diagnostik Kesulitan Belajar. Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
Kamis, 09 April 2015
PEMBELAJARAN BERBASIS BIMBINGAN (MENGKAJI MODEL-MODEL PEMBELAJARAN YANG LEBIH BERORIENTASI PENGEMBANGAN INDIVIDU)
Pembelajaran adalah proses yang sengaja
dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu.
Dengan kata lain, pembelajaran merupakan sesuatu hal yang bersifat eksternal
dan sengaja dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar internal dalam
diri individu (Pribadi, 2010, hlm. 10).
Definisi lain tentang pembelajaran dikemukakan
oleh Smith dan Ragan (dalam Pribadi, 2010, hlm. 9) mengatakan bahwa
pembelajaran merupakan pengembangan dan penyampaian informasi dan kegiatan yang
diciptakan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan yang spesifik.
Bimbingan merupakan pemberian bantuan oleh
seseorang kepada orang lain dalam menentukan pilihan, penyesuaian dan pemecahan
permasalahan. Bimbingan bertujuan membantu seseorang agar bertambah kemampuan
bertanggungjawab atas dirinya (Sukardi, 1983 hlm. 65)
Definisi tentang pembelajaran berbasis
bimbingan dikatakan oleh Mariyana yang berpendapat bahwa pembelajaran berbasis
bimbingan merupakan sebuah model pembelajaran yang dirancang berdasarkan pemahaman
terhadap bimbingan, dengan memperhatikan pemahaman terhadap anak dan cara belajarnya.
Maka ketika pembelajaran berbasis bimbingan dilaksanakan di TK, pelaksanaannya
terintegrasi dan menjadi bagian yang terpadu dalam program kegiatan belajar TK
secara holistik serta berdasarkan pada konsep pembelajaran berbasis bimbingan
yang sesuai untuk anak TK.
Kartadinata dan Dantes (dalam Mariyana, 2008,
hlm. 2), pembelajaran berbasis bimbingan memiliki ciri-ciri berikut:
1. Diperuntukkan bagi semua
murid
2. Memperlakukan murid sebagai
individu yang unik dan sedang berkembang
3. Mengakui murid sebagai
individu yang bermartabat dan berkemampuan
4. Terarah ke pengembangan
segenap aspek perkembangan anak secara menyeluruh dan optimal
5. Disertai dengan berbagai
sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai minat, potensi, dan
kapabilitas murid sesuai dengan norma-norma kehidupan yang dianut.
Menurut Biduman (2009), dalam mengikuti
pembelajaran berbasis bimbingan, diharapkan peserta didik memperoleh beberapa
kesempatan berikut:
1. Mengenal dan memahami
potensi, kekuatan, dan tugastugasnya
2. Mengenal dan memahami
potensi-potensi yang ada di lingkungannya
3. Mengenal dan menentukan
tujuan dan rencana hidupnya serta rencana tercapainya tujuan tersebut
4. Memahami dan mengatasi
kesulitan-kesulitan sendiri
5. Menggunakan kemampuannya
untuk kepentingan dirinya, lembaga tempat bekerja dan masyarakat
6. Menyesuaikan diri dengan
keadaan dan tuntutan lingkungannya
7. Mengembangkan segala potensi
dan kekuatan yang dimilikinya secara tepat dan teratur secara optimal
Biduman juga mengatakan beberapa prinsip yang
digunakan dalam pembelajaran berbasis bimbingan yaitu:
1. Didasarkan pada needs
assessment
2. Dikembangkan dalam suasana
membantu (Helping Relationship)
3. Bersifat memfasilitasi
4. Berorientasi pada:
>Learning to be (belajar untuk
menjadi)
>Learning to learn (belajar
untuk belajar)
§ >Learning to work (belajar
untuk bekerja dan berkarir)
§ >Learning to live together
(belajar untuk hidup bersama)
5. Tujuan utama perkembangan
potensi secara optimal
Pembelajaran berbasis bimbingan sejalan dengan
pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan peserta didik. Beberapa model
pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran berbasis bimbingan yaitu:
1. Model Pemrosesan Informasi (Processing information model)
Model pembelajaran yang termasuk dalam kelompok
ini berisikan modelmodel pembelajaran yang menekankan pada cara seorang
individu dalam memberikan jawaban yang berasal dari lingkungan belajarnya
dengan cara menyusun data, mereformulasikan permasalahan, membentuk suatu
konsep dan rencana pemecahan masalah disertai penggunaan simbol-simbol verbal
dan nonverbal. Kita dapat menemukan model pembelajaran yang memiliki prinsip
yang sama yaitu modelmodel yang berorientasi pada proses seorang pembelajar
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, membentuk performansi intelektualnya,
dan melakukan interaksi sosial dan interpersonal (Anonim, hlm. 4).
2. Model Personal (Personal mode)
Kelompok model ini terdiri dari model-model
pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan individu. Kelompok model ini
menekankan pada suatu proses yang membantu individu tersebut dalam membentuk
dan menyusun kenyataan yang unik. Jenis model ini berhubungan erat dengan
kehidupan emosional seorang pembelajar dalam rangka membantunya untuk
mengembangkan hubungannya dengan lingkungannya secara produktif (Anonim, hlm.
4).
3. Model Interaksi Sosial (Sosial interaction model)
Kelompok model interaksi sosial menitikberatkan
pada hubungan seorang individu dengan masyarakat lain atau orang lain dengan
cara mengembangkan kemampuannya untuk melihat suatu kenyataan sebagai suatu
negosiasi (social negotiated). Konsekuensi dari kelompok model
pembelajaran ini adalah untuk membentuk individu agar mampu berinteraksi dengan
masyarakat atau orang lain (Anonim, hlm. 5).
4. Model Perilaku (Attitude model)
Kelompok model pembelajaran ini dibentuk
berdasarkan pada teori umum, yaitu teori perilaku. Salah satu tanda dari model
pembelajaran ini yaitu memberikan refleksi tentang pemecahan tugas belajar
terhadap sikap yang dilakukan secara bertahap. Pembelajaran diarahkan pada
perubahan perilaku seseorang dan perubahan tersebut mesti diobservasi.
Jenis-jenis model perilaku di antaranya teori pembelajaran, teori pembelajaran
sosial, perubahan sikap dan terapi sikap (Anonim, hlm. 5).
5. Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya (MPTBB)
Model pembelajaran ini dikembangkan untuk
meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya local; desainnya berangkat dari
tema budaya lokal dan dikembangkan berdasarkan pengalaman awal budaya siswa. Komponen
desainnya terdiri atas tema budaya lokal, tujuan integratif, materi
pembelajaran terintegrasi dengan budaya lokal yang relevan, kegiatan
pembelajaran terpadu berbasis budaya, alat-media dan sumber yang beragam dan
kontekstual, serta komponen penilaian yang menekankan penilaian proses dan
hasil; implementasinya terdiri atas tiga tahap, yakni pengkondisian, penciptaan
makna dan konsolidasi; dan penilaian meliputi penilaian proses dan hasil
(Alexon dan Sukmadinata, 2010, hlm. 201)
6. Model Pembelajaran Keterampilan Menulis Terpadu
Mata pelajaran Integrated Writing ini
bertujuan untuk membekali peserta didik dengan keterampilan berbahasa yang
terpadu, sebagaimana yang akan mereka hadapi dalam kehidupan "nyata"
baik di dalam lingkungan akademik maupun dalam lingkup sosial/masyarakat
pengguna dan di dunia kerja. Setelah perkuliahan pebelajar mampu meringkas,
mensintesa, dan mengembangkan bahan-bahan yang didengar, dibaca dan
didiskusikan untuk kemudian menuangkannya dalam suatu karya tulis dengan tata
bahasa, kosakata, dan kaidah penulisan yang benar. Materi pembelajaran Integrated
Writing ini meliputi materi mendengarkan pembelajaran singkat (Listening
to short lectures), membaca materi atau artikel ilmiah (reading lecture
or scientific lexts), dan mengadakan diskusi kelompok (group
discussions) tentang materi yang baru didengar dan dibaca. Materi listening
yang otentik dapat diperoleh dari bahan (kaset, atau VCD/DVD) yang
direkam dari TV misalnya siaran berita berbahasa Inggris dari BBC,
ABC, CNN, atau stasion TV Nasional untuk tingkat intermediate, atau
pidato dan kuliah singkat untuk tingkat high intermediate sampai advanced.
Materi reading dapat diambil dari artikel ilmiah dari buku teks atau
jurnal internasional, artikel-artikel dari majalah yang terkemuka seperti Times,
Newsweek, atau National Geographic, maupun artikel yang di "download"
dari internet. Pebelajar juga perlu dilatih cara membuat catatan paraphrasing
dan summarizing yang baik, dari bahan audio dan tertulis (Penyelenggara
PLPG Rayon 4, hlm. 172-173).
7. Model pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
dimana pebelajar yang memiliki tingkat kemampuan berbeda belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap
anggota saling bekerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pembelajaran yang diberikan. Model pembelajaran kooperatif learning ini
dikembangkan untuk mencapai empat tujuan, di antaranya yaitu: hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, pengembangan keterampilan social,
serta lingkungan belajar dan system pengelolaan (Penyelenggara PLPG Rayon 4,
hlm. 176-177).
Masih banyak lagi model – model pembelajaran
yang belum disebutkan. Kebanyakan dari model – model pembelajaran yang sudah
ada, diciptakan dengan dasar/ berorientasi pada perkembangan peserta didik yang
akhirnya bermuara pada pencapaian tugas perkembangan peserta didik tersebut. Adanya
model yang bermacam – macam, memberikan kebebasan guru untuk memilah model –
model yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya, sasaran pembelajarannya
(peserta didik), serta lingkungan sekitar/suasana belajar yang ada.
IMPLIKASI
Setelah mempelajari materi ini, sebagai calon
guru mungkin merasa diingatkan kembali untuk memilah – milah model pembelajaran
yang sesuai dengan materi yang diajarkan dan sasaran belajarnya (peserta didik)
nantinya. Dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, guru harus
mempertimbangkan kesesuaian antara tugas perkembangan peserta didik, materi
yang diajarkan, serta lingkungan sekitar peserta didik.
Peran guru adalah sebagai pendidik. Oleh karena
itu, tugas seorang guru di dalam kelas bukan hanya untuk menyampaikan materi
saja dengan asumsi bahwa materi tersebut dapat dicerna oleh peserta didiknya
atau tidak, kemudian peserta didik yang diajarnya memperoleh nilai 100 (atau
bahkan tidak peduli juga dengan peserta didik yang gagal akan mata pelajaran
yang diampunya). Tugas guru yaitu untuk membantu peserta didiknya untuk
mencapai pada tugas perkembangan yang seharusnya dipenuhi oleh peserta didik
tersebut dengan tanpa mempersulit peserta didik (dalam pencapaian tugas
perkembangannya), apabila peserta didik menemukan permasalahan di tengah proses
pencapaian tugas perkembangannya, guru membantu peserta didik untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut dengan mempertimbangkan asas kemandirian
pada peserta didik. Dalam pelaksanaannya, tentunya guru mata pelajaran harus
membantu pencapaian tugas perkembangan peserta didik dengan mata pelajaran yang
diampunya. Harapannya, pembelajaran yang dilakukan seorang guru yang berorientasi
pada perkembangan siswa ini dapat menciptakan individu yang berkembang secara
optimal; dapat mengembangakan potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin; dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar; dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapinya saat ini dan pada masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Alexon dan Nana Syaodih
Sukmadinata. 2010. Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya
untuk meningkatkan Apresiasi Siswa terhadap Budaya Lokal. Jurnal : 2 hlm.
201
Anonim. Tanpa tahun. Kajian
Pustaka: Perancangan Model Pembelajaran. Tanpa Kota. Tidak diterbitkan
Biduman, N. 2009. Strategi
Pembelajaran Berbasis Bimbingan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI
Bandung
Mariyana, Rita. (tanpa tahun).
Kompetensi Guru dalam Pembelajaran Berbasis Bimbingan di Taman Kanak – Kanak
(Studi Deskriptif terhadap Guru TK di Bandung). [Jurnal]. Tidak diterbitkan
Mariyana, Rita. 2008. Implementasi
Program Pembelajaran Berbasis Bimbingan di TK. [Artikel Penelitian]. Tidak
diterbitkan
Penyelenggara Sertifikasi Guru (PLPG) Rayon 24. Tanpa tahun. Model
Pembelajaran Efektif di Sekolah Dasar. Makassar: Universitas Negeri
Makassar
Pribadi, Benny Agus. 2010. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Dian Rakyat
Sukardi, Dewa Ketut. 1983. Bimbingan
dan Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya: Ussana Offect Printing
Langganan:
Postingan (Atom)